Monthly Archives: January 2013

Film Paradise Now (2005): Kontroversi Bom Bunuh Diri

Dua pemuda Palestina, Said dan Khaled direkrut kelompok perjuangan Palestina untuk melakukan bom bunuh diri di Tel Aviv.  Tenyata aksi tersebut tidak berjalan sesuai rencana, kedua sahabat itu harus berpisah di perbatasan.   Said melanjutkan aksi tersebut sedang Khaled meragukan keputusannya.

Said lahir di Nablus, Tepi Barat, Palestina.  Ia bekerja sebagai mekanik di bengkel mobil.  Ayahnya dieksekusi karena menjadi collobarator Israel ketika ia masih kecil.  Keluarga itu menanggung malu dan hina akibat perbuatan ayahnya.

Film ini menceritakan aksi bom bunuh diri dari sudut pandang pelaku yaitu Said dan Khaled.  Mereka berdua sesungguhnya mengalami konflik batin.  Apakah aksi balas dendam ini akan memberi perubahan bagi kehidupan mereka? Apakah justru Israel malah balik membalas dengan serangan yang jauh lebih dahsyat?

Ada banyak cara menyuarakan protes dan perlawanan atas perlakuan semena-mena penguasa.  Ada yang demonstrasi menjahit bibir, bertelanjang dada menuju gedung parlemen atau membakar diri.  Di Palestina, bom bunuh diri menjadi salah satu metode perlawanan itu.  Beberapa pihak menganggapnya cukup efektif.  Israel kalang kabut dibuatnya.  Namun, aksi ini dibalas lebih brutal oleh Israel dengan alasan melindungi warganya.  Palestina pun diberi label teroris oleh opini dunia.  Palestina hingga kini belum mendapatkan kemerdekaannya.  Perjuangan mereka sepertinya masih panjang.

Film ini menunjukkan sisi yang berbeda dari pelaku bom bunuh diri di Palestina, yaitu karena frustasi yang mendalam terhadap kondisi selama ini.  Said dan Khaled bukanlah dua pemuda alim berpakaian bercirikan agama yang bersangkutan, memiliki pola pikir kepada syurga yaitu kehidupan setelah kematian.  Mereka berdua berpakaian seperti orang pada umumnya, merokok, bahkan berciuman dengan lawan jenis.

Kesulitan hidup menjadi alasannya.  Said hanya kerja di bengkel dan keluarganya harus menanggung malu seumur hidup.  Ia melakukan aksi bom bunuh diri untuk menebus kesalahan ayahnya dan memulihkan nama baik keluarga.  Rasa tidak berdaya dan putus asa yang begitu kuatnya mendorong mereka membunuh orang lain dan diri sendiri untuk mengatakan bahwa “kami tidak lemah”.

Dalam film ini Hany Abu-Assad, sutradara film ini menunjukkah kontras antara wilayah Palestina dan Israel.  Wilayah Palestina digambarkan berbatu, kumuh, kekurangan air, perempuannya berjilbab.  Sementara wilayah Israel begitu modern dengan gedung pencakar langit, jalan yang luas dan mulus, dan suasana tepi pantai berikut perempuan-perempuan berbikini.

Film ini pada akhirnya ingin mengatakan bahwa rakyat Palestina berhak hidup layak dan setara tanpa syarat.

Leave a comment

Filed under Literasi Media

Film Dont Mess with the Zohan: Sebuah Usaha Damai?

Aku sudah dua kali nonton film You Don’t Mess (2008) with the Zohan ini di televisi.  Agak terganggu dengan slapstick comedy-nya, tapi latar belakang konflik Palestina-Israel yang bikin film ini berbeda walau tetap saja curiga dengan propagandanya.

Film ini diperankan oleh Adam Sandler yang juga sebagai produser dan penulis cerita.   Ia berperan sebagai Zohan, seorang tentara Israel yang memendam impian menjadi penata rambut di Amerika.  Kebetulan dia diperintahkan untuk membunuh tentara Palestina, Fatoush the Phantom.  Kesempatan ini dia gunakan untuk kabur ke Amerika dengan memalsukan kematiannya.

Zohan adalah seorang superhuman.  Ia tentara yang paling disegani di militer Israel, baik hati dan berwajah bayi.  Zohan capek dan muak dengan perang yang berkelanjutan dan memutuskan pergi ke Amerika.

Di Amerika dia berganti nama menjadi Scrappy Coco dan mengaku Setengah Australia, Setengah Gunung Everest.  Sambil menunggu mendapat pekerjaan di salon, Zohan tinggal di rumah temannya dan berhubungan seks dengan ibu temannya itu (bagian ini mengganggu sekali).

Dia diajak ke sebuah blok tempat komunitas orang-orang Timur Tengah.  Orang-orang Palestina di satu sisi jalan, sedang orang Israel di sisi jalan lainnya.  Orang Israel menjalankan usaha elektronik yang digambarkan dalam film itu, licik.  Sengaja menuliskan iklan “Going Out Business” atau “Everything Must Go” biar dianggap murah karena mau tutup.  Orang Palestina digambarkan sebagai supir taxi yang merangkap sebagai operator telepon.

Zohan akhirnya diterima bekerja sebagai penata rambut di salon milik perempuan Palestina, Dalia.  Awalnya hanya membersihkan lantai.  Setelah berhasil memotong rambut perempuan tua dan memberikan layanan seks di kamar belakang salon (bagian ini paling menganggu), ia diterima bekerja di sana.  Zohan pun menjadi terkenal di kalangan ibu-ibu tua di Manhattan.

Kemudian apa?  Ternyata di wilayah itu akan dibangun pusat pertokoan.  Penghuni blok di sana mulai diteror dengan kenaikan harga sewa toko.  Sementara Fatoush menyusul ke Amerika untuk menantang duel Zohan.

Suatu hari, Zohan tidak bisa memuaskan pelanggannya.  Dia cerita pada Ibu temannya tentang identitas dia yang sebenarnya dan bahwa Ia jatuh cinta pada Dalia.  Dalia mentah-mentah menolak karena tahu bahwa Zohan adalah anggota militer Israel.

Ketika Fatoush dan Zohan siap berduel terdengar kabar blok mereka dibakar kelompok tak dikenal.  Keduanya lalu melawan gerombolan itu -yang sudah bisa ditebak- adalah suruhan pengusaha mal.

Bagian yang paling aku suka dari film ini adalah ketika kelompok Palestina dan Israel berkumpul di depan toko mereka yang dilalap api, semacam rekonsialiasi.  Bahwa secara fisik mereka hampir sama. Yang jelas, mereka sama-sama cari makan di Amerika.  Mereka tertawa bersama.

Film ini sarat propaganda Israel, citra bahwa Palestina teroris kuat dilekatkan.  Akhir ceritanya juga khas Hollywood.  Dalia menerima cinta Zohan dan kemudian menikah.

Film ini ingin mengatakan biarlah perang terjadi di Timur Tengah sana tetapi tidak di Amerika.  Amerika tetap menjadi dream land tempat mereka meraih mimpi dan harapan.

 

Leave a comment

Filed under Literasi Media

Sepatu Pig Skin Lining Kickers

Sejak muncul berita penarikan sepatu Kickers yang ada label skin pig lining-nya,  aku tidak pakai sepatu merek itu.  Seharusnya ada penjelasan resmi mengenai hal tersebut dari PT. Mahkota Petriendo Indoperkasa selaku distributor sepatu merek Kickers di Indonesia itu biar konsumen muslim menjadi lebih yakin dan tenang.  Tetapi, aku tidak mendapatkan informasi jelas di internet mengenai hal tersebut.  Berita yang banyak muncul justru mengenai  label halal yang terdapat dalam produk sepatu bertuliskan skin pig lining itu.  Informasi mengenai produk mana yang ditarik atau apakah semua produk menggunakan kulit Babi justru tidak ada.

Kemudian aku kirim email ke Shoeline, yang menjual produk Kickers secara online:

Dear Shoeline Indonesia,

Perkenalkan, nama saya Wenny.  Saya ingin bertanya,  produk sepatu Kickers mana saja yang menggunakan kulit babi?  Artinya, selain produk tersebut, asumsinya produk yang lain halal.  Dengan informasi ini saya bisa terus menggunakan 3 sepatu Kickers saya dan bahkan membeli model lainnya kalau saya sudah yakin dengan kehalalan produknya.

Atas informasinya, saya ucapkan terima kasih banyak.

Salam

Wenny Pahlemy

Sehari kemudian, balasannya aku terima:

Dear Ibu Wenny,

Terima kasih atas kunjungannya ke Website Online kami.

Kami ingin menjelaskan kalau produk yang kami jual di Shoeline Online semua adalah produk New Arrival yang tidak menggunakan bahan Pig Skin.

Demikian pemberitahuan dari kami.

Terima kasih.

Hormat Kami,

Jumie

ShoeLine Indonesia

service@shoelineindonesia.com

Hotline: (021)668-3615

Fax: (021) 668-3501

BB pin: 3283697A

Lalu aku cek katalog produknya.  Aku ingin periksa, apakah tiga sepatuku itu termasuk yang tidak pakai kulit Babi.  Sayangnya, ketiganya tidak terdapat dalam katalog di toko online itu.  Hmm aku masih penasaran.

Kemudian aku mendatangi pojokan Kickers di salah satu mal di Depok dan bertanya pada salah satu pegawai di sana.  Namun, jawabannya tidak meyakinkan.  Ketika aku tanya lebih detil dia malah bilang penjaga counter sepatu itu masih instirahat.  Aku kemudian menuju counter Shoeline di sana.  Seorang Mbak berstelan hitam-hitam mendekatiku.

Aku: Mbak, produk sepatu mana ya yang pakai kulit Babi?

Mbak 1 : Sudah ditarik semua.  Lagian, cuma sedikit bagian yang pakai kulit babi.

Aku (dalam hati): Apaa?!, sedikit juga haram Mbaaa.  Tapi aku menahan diri demi mendapat informasi langsung.

Mbak 1 : Lagian, hanya yang gentle (maksudnya sepatu cowok).

Aku: Artinya semua sepatu cewek halal?

Mbak 1: Iyaa.  Eh tergantung juga.

Aku : Maksudnya?

Mbak 1: Ga tau ding, saya baru soalnya.

Aku: Siapa yang bisa saya tanyakan.

Seorang pegawai yang kelihatannya lebih senior (dilihat dari seragamnya) datang mendekat.

Aku menanyakan hal yang sama.

Mbak 2 : Semua produk sepatu cewek halal semua kecuali yang ini.

Dia menunjukkan produk sepatu cewek di bagian pojok toko itu.  Di dekat sepatu tersebut maupun di dalam produknya tidak terdapat tulisan atau label skin pig lining!

sepatu kickers cewek yang pakai kulit babi, menurut keterangan si mbak 2

sepatu kickers cewek yang pakai kulit babi, menurut keterangan si mbak 2

Aku: Kok tidak ada keterangan sepatu itu pakai kulit Babi?

Si Mbak tidak menjawab pertanyaanku, tapi bilang sambil megang produk itu: Kulitnya agak kasar, beda dengan yang lain.

Mungkin maksudnya, tanpa ada tulisan pun, konsumen HARUSNYA tahu bahwa sepatu atau produk ini menggunakan kulit babi dengan meraba bahan kulitnya.

Aku: Yaaah, harusnya ada tulisannya.  Kasihan dong Mbak buat Muslimah yang tidak tahu…

Aku: Jadi, kalau konsumen tidak tanya, Mbak ga kasi tahu?

Mbak 2: Dia tidak menjawab tapi dari pandangannya aku artikan jawabannya, Tidak.

Aku: Jadi, produk sepatu cewek selain yang itu tadi, aman dan halal dipakai?

Mbak 2: Iya.

Aku: Mbak yakin? (sambil kasih pandangan: bohong dosa lhoo…)

Mbak 2: Mengangguk mantab.

Lalu aku masih melihat-lihat sepatu di toko itu.

Hmm aku penasaran dengan produk sepatu cowok.  Aku melangkah ke sana.

Aku: Mbak, boleh tau mana produk sepatu cowok yang menggunakan kulit Babi?

Si Mbak mengambil salah satu  sepatu.  Aku lihat tidak ada label “pakai kulit babi” di tempat sepatu itu diletakkan.

Aku menyembunyikan kekagetanku.  Aku pikir dia akan menjawab: “Sudah ditarik semua”.  Aku menjaga mimikku.

Mbak 2: Yang pakai kulit babi ini didiskon…

Aku (dalam hati): Mau gratis juga, aku ga akan beli!

Aku: Kok tidak ada tulisan diskonnya?  Si Mbak lagi-lagi ga jawab.

Aku: Tapi kalau ada yang mau beli, diberitahu bahwa ini diskon?

Kali ini si Mbak mengangguk.

Aku (dalam hati): Pasti si Mbak ga kasi tahu ke konsumen alasan kenapa didiskon.  Hmm aku jadi tidak menyesal bertanya ke pegawai toko kenapa barang ini didiskon.  Apakah benar diskon atau sudah dinaikkan harganya lebih dulu.  Sekarang,  ada alasan lain…

Kemudian aku tanya, bagian mana yang pakai kulit Babi.  Si Mbak menunjukkannya.  Ya, aku lihat di bagian punggung kaki ada kulit berbintik-bintik.  Sedangkan di produk sepatu cewek yang aku periksa sebelumnya berkulit mulus.

Terus aku tanya yang mana lagi. Si Mbak menunjukkan satu sepatu lagi.  Aku dalam hati: Hah ada lagi?!

Mbak 2: Biasanya di bagian dalam sih Mbak.  Ga keliatan.

Aku (dalam hati): Gubraaak.

Sambil bilang terima kasih aku melangkah pergi.

Aku yakin setiap pegawai sudah diberi keterangan mengenai produk yang dijual.  Hanya apakah mereka mau menjawab pertanyaan konsumen dengan jujur dan tetap bermuka manis.  Si Mbak Pertama menjawab seadanya pertanyaanku.  Bisa jadi karena dia memang tidak tahu banyak atau tidak terlalu yakin.  Berbeda dengan Mbak Kedua, yang walau agak berat hati, tetap menjawab pertanyaanku.  Dia pun tetap berlaku sopan.

Aku selama ini cukup berhati-hati dengan makanan dan minuman yang aku beli.  Aku selalu bertanya apakah itu halal.  Biasanya dijawab dengan pandangan dan ekspresi: Yaa pasti halaaaal, wong kami jual ayam goreng.

Tapi, aku ga kapok bertanya.  Minimal itu yang bisa aku lakukan.  Aku yakin pertanyaanku akan membekas mendalam pada pegawai itu.  Kalau dia Muslim mulai saat itu dia akan memperhatikan bahan dan cara masakan itu dilakukan.

Aku juga berharap pegawai atau pemiliknya sekalipun menjawab dengan santai dan percaya diri saja.  Tidak usah khawatir produknya tidak laku, karena pasti ada segmen pasarnya sendiri.  Kecuali kalau memang mau bermaksud jahat.

Setelah kasus ini, aku harus lebih berhati-hati dengan pakaian dan sepatu atau apa pun.

Hmm apakabar dengan tiga sepatuku ini?

3 sepatuku yg untuk sementara ini aman dipakai...

3 sepatuku yg untuk sementara ini aman dipakai…

Aku sekarang yakin menggunakan ketiga jenis sepatuku ini, sampai informasi lain terbaru aku temukan.  InsyaAllah.  Bismillah.

26 Comments

Filed under Catatanku